Translate

Saturday, February 27, 2016

DIET KARBON UNTUK KELANGSUNGAN HIDUP


Selain berdampak positif, perkembangan dan pembangunan global telah menyebabkan bumi meningkat bebannya dan semakin panas. Pembangunan fisik tanpa diimbangi pembangunan moral akan mengakibatkan kerusakan yang semakin menjadi.

Laporan PBB dan beberapa lembaga penelitian menunjukkan suhu permukaan bumi meningkat dari tahun ke tahun. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melaporkan kenaikan suhu permukaan bumi periode 1990-2005 adalah 0,13-0,15 derajat Celcius. Jika hal ini dibiarkan maka diperkirakan pada periode 2050-2070 suhu permukaan bumi akan naik 4,2 derajat Celcius. Padahal jika suhu permukaan bumi naik 2 derajat Celcius, maka sebagian kehidupan bumi akan musnah.
Beberapa daerah yang tadinya bersuhu sejuk dan dingin seperti Bogor, Bandung dan Berastagi sekarang menjadi lebih hangat dan panas. Apalagi daerah yang tadinya bersuhu panas akan semakin panas membara. Negara tropis Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa dengan panas matahari sepanjang tahun tentu akan lebih merasakan dampaknya.

Negara subtropis maupun negara dekat poros bumi pun merasakan efek kenaikan suhu permukaan bumi, yaitu mencairnya gunung-gunung es di kutub utara maupun selatan. Akibatnya permukaan air laut akan semakin naik dan pada akhirnya dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil dan memundurkan garis pantai (area daratan semakin berkurang). Negara-negara di planet bumi akan mengalami iklim yang ekstrim, tidak teratur dan sulit diprediksi lagi, datangnya bencana dan malapetaka alam seperti banjir, longsor kekeringan, angin topan, dan badai salju.

Konferensi tingkat tinggi perubahan iklim PBB telah berkali-kali dilakukan untuk menegaskan komitmen bersama negara-negara di seluruh dunia untuk menekan emisi karbon demi kelangsungan hidup umat manusia. KTT Perubahan Iklim PBB 2009 di Kopenhagen-Denmark menghasilkan Kesepakatan Kopenhagen (Copenhagen Accord). Dalam kesepakannya, menyebutkan emisi karbon harus dikurangi hingga kenaikan suhu bumi tidak melampaui 2 derajat Celcius.

Meningkatnya volume gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, CH4, N2O, SO2, SF6 dan HFC berperan dalam meningkatkan suhu bumi secara global (efek rumah kaca/ ERK). Oleh karena itu untuk menurunkan suhu permukaan bumi dapat dilakukan dengan menekan emisi karbon. Karbon disini tidak hanya merujuk kepada karbondioksida sebagai penyumbang terbesar efek rumah kaca, tetapi juga mencakup GRK lainnya. Kementrian Lingkungan hidup melaporkan emisi karbon dihasilkan dari penggunaan energi bahan bakar fosil/ BBM (36%), kerusakan dan alih fungsi hutan atau deforestasi (36%), limbah (16%), pertanian (8%) serta industri (4%).

Negara-negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia dan beberapa negara industri maju lainnya harus lebih berperan aktif untuk menekan emisi karbon. Negara penghasil emisi terbesar di dunia secara berurutan adalah negara China, Amerika Serikat, Rusia, India, Jepang, Jerman, Kanada, Inggris, Korea Selatan dan Iran (Germanwatch 2009). Karena sebagain besar negara tersebut adalah negara maju yang tingkat ekonominya tinggi, maka negara-negara tersebut harus rela memberikan kompensasi kepada negara berkembang lain yang memiliki kawasan hutan dan lautan (green area) agar dapat menjaga kelestariannya. Kompensasi dapat berupa bantuan dana, sumberdaya maupun keahlian.

Indonesia sebagai negara seribu pulau tentu harus mengantisipasi tragedi pemanasan global (global warming). Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menekan emisi karbon. Salah satunya adalah dengan diet karbon. Diet ini merupakan suatu kegiatan untuk mengurangi emisi karbon dan turunannya dalam kehidupan sehari-hari. Diet karbon sebagai bagian gaya hidup adaptif dan merupakan langkah mitigasi terhadap dampak pemanasan global.

Diet karbon harus dimulai dari sekarang oleh diri sendiri dengan hal-hal yang sederhana, yaitu sikap peduli lingkungan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah: pertama, hemat listrik dan air. Karena hingga kini sebagian besar listrik masih diproduksi dengan bahan bakar fosil (minyak bumi, gas dan batubara). Matikan listrik dan keran air yang tidak diperlukan, memilih dan menggunakan alat elekronik yang hemat energi serta mengeksplorasi sumber energi terbarukan, seperti energi angin, air matahari dan panas bumi.

Kedua, hemat bahan bakar fosil (BBM) dengan beralih ke transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti berjalan kaki untuk jarak dekat, bersepeda, moda angkutan massal atau kendaraan hybrid. Memilih tempat tinggal yang dekat dengan tempat bekerja, sekolah anak dan tempat belanja. Penggunaan bahan bakar biofuel, yaitu bahan bakar baik padatan, cairan atau gas yang dihasilkan dari bahan organik.

Ketiga, membuat bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi, melalui desain bangunan, tapak bangunan, bahan bangunan, serta sistem tata listrik, air dan pencahayaan. Keempat, penghijauan dan penanaman area sekitar dengan pepohonan untuk meningkatkan luas green area. Jika setiap orang menanam dan merawat satu batang pohon, maka Indonesia akan memiliki 200-an juta pohon baru. Satu pohon sendiri dapat menyerap emisi karbondioksida 32 kg per tahun dan mengembalikannya menjadi oksigen ke atmosfer.

Kelima, jadilah konsumen yang ramah lingkungan dan ramah kesehatan. Perhatikan bahan baku produk, proses produksi, pengangkutan dan kemasannya. Utamakan membeli produk lokal dan organik, serta beli seperlunya atau yang tahan lama dan multiguna. Keenam, sahabat sampah. Lakukan 4R pada sampah yaitu reuse (pemakaian kembali), reduce (mengurangi), recycle (mendaur ulang) dan replace (penggantian dengan barang ramah lingkungan).

Mari kita peduli lingkungan bersama dengan mengetahui, memahami dan mengamalkan program diet karbon demi kelangsungan hidup umat manusia. Program diet karbon yang bersifat sukarela dan gratis, akan memberikan harapan bumi hijau sebagai rumah dan lingkungan yang nyaman bagi anak dan cucu kita kelak.


www.titomedan.blogspot.com


(Photo: http://cvcofatlanta.org/Resources/Pictures/Environment.jpg)


No comments: