Translate

Saturday, March 26, 2016

MERAYAKAN CAR FREE DAY DI MEDAN


Perkembangan kota-kota di Indonesia semakin meningkat pesat dengan indikator pembangunan fisik dan non fisiknya. Beberapa kota kecil dikembangkan menjadi kota besar; kota besar dikembangkan menjadi kota metropolitan; dan kota metropolitan dikembangkan menjadi kota megapolitan. Perkembangan kota tentunya harus dinikmati oleh semua kalangan masyarakat secara adil dan merata.


Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, yang saat ini berkembang menjadi kota metropolitan. Kota Medan sebagai kota terbesar di Sumatera tentu akan menjadi contoh dan teladan bagi ibukota propinsi dan ibukota kabupaten/kota di Sumatera, serta akan berdampak pada kota-kota penyangganya, seperti kota Binjai, Sei Rampah, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi dan Stabat.

Perkembangan kota Medan beberapa dekade terakhir cukup membanggakan, ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan pencakar langit, hotel berbintang bertaraf internasional dan pusat perbelanjaan. Begitupun pembangunan sarana dan prasarana lainnya. Namun syangnya, pembangunan tersebut masih belum dinikmati secara merata oleh masyarakat seantero kota Medan.

Industri dan kendaraan bermotor juga berkembang signifikan seiring dengan perkembangan kota dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Meningkatnya kuantitas kendaraan bermotor di satu sisi akan meningkatkan mobilitas masyarakat, tapi di sisi lain akan menimbulkan kemacetan dan meningkatkan polusi udara.

Peningkatan volume lalu lintas kendaraan bermotor memiliki hubungan linier dengan peningkatan emisi gas sisa pembakaran. Apalagi bila tidak diantisipisai dengan penambahan jaringan jalan dan penambahan hutan kota (green area).

Tingkat polusi udara akan meningkatkan kuantitas gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, N2O dan SF6 yang berperan dalam meningkatkan suhu bumi secara global (efek rumah kaca). Polusi udara juga akan berdampak langsung terhadap kesehatan manusia, yaitu menyebabkan gangguan sesak napas, pusing-pusing, kehilangan kesadaran, hingga penurunan tingkat kecerdasan.

Sudah selayaknya kota Medan berjuang bersama masyarakat lainnya yang peduli lingkungan untuk mengurangi tingkat pemanasan global dan polusi udara. Beberapa langkah yang dapat diambil misalnya, pertama uji emisi yaitu kendaraan yang emisi gas buangnya melebihi standar berarti tidak layak jalan.

Kedua penghijauan, berupa penanaman dan pemeliharaan pohon serta penambahan luasan hutan kota (green area). Ketiga penyediaan transportasi massal yang nyaman, murah dan menjangkau semua wilayah. Keempat perubahan penggunaaan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas, serta kelima hari tanpa kendaraan bermotor (car free day).

Program car free day (CFD) atau hari tanpa kendaraan bermotor (HTKB) merupakan kegiatan menutup beberapa ruas jalan dari semua kendaraan bermotor pada hari dan waktu tertentu. Program ini dapat dilakukan seminggu sekali atau sebulan dua kali pada hari minggu atau hari libur lainnya pada jam tertentu misalnya dari jam 06.00–12.00 WIB.

Penulis sangat mengapresiasi program CFD perdana yang dilaksanakan di Medan hari Minggu tanggal 7 Pebruari 2010 di Jl. Gatot Subroto (Simpang Tugu SIB sampai Simpang Jl. Iskandar Muda). Mudah-mudahan ini bukan program yang latah, tetapi merupakan program yang datang karena kepedulian kita semua terhadap lingkungan Kota Medan.

CFD bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Program CFD telah dilakukan di beberapa kota besar dan kota kecil di Indonesia yang peduli lingkungan, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Denpasar, Bogor, Cianjur, Bekasi dan Cilacap.

CFD terbukti secara ilmiah dapat mengurangi polusi udara secara signifikan. Hasil penelitian Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral selama setahun ini, CFD di Jakarta cukup signifikan menurunkan konsentrasi karbonmonoksida (CO) sebesar 67%, natrium oksida sekitar 80%, dan debu sebanyak 34%. CFD terbukti efektif memperbaiki kualitas udara yang dapat dilihat dari kenaikan jumlah hari udara bersih tiap tahunnya, yaitu sebanyak 45 hari naik pesat menjadi 73 hari.

Keuntungan lainnya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya udara tanpa polusi, memberikan hak masyarakat akan udara yang bersih dan sehat, serta menggalakkan olahraga di lokasi CFD, seperti lari, joging, senam, aerobik, skateboard, sepatu roda atau bersepeda.

Program CFD tidak akan berjalan tanpa inisiasi dari Pemerintah Kota Medan dam dukungan dari masyarakat. Perlu komitmen pemerintah dalam bentuk political will yang kuat agar CFD berjalan kesinambungan dan masyarakat bisa menikmati udara bersih. Sosialisasi yang merata kepada masyarakat juga diperlukan agar program ini berhasil.

Semua elemen masyakat mendambakan lingkungan yang sehat, bersih dan manusiawi. Komunitas joging, lari, skateboard, sepatu roda dan komunitas sepeda yang bertebaran di Kota Medan pun memerlukan wahana dan sarana untuk berkumpul, berkomunikasi dan bersosialisasi dalam suatu wadah yang ada, seperti melalui CFD ini.

Sejatinya, CFD merupakan sebuah gerakan moral untuk kepedulian lingkungan. CFD harus dilihat secara lebih komprehensif yaitu diharapkan akan ada perubahan perilaku dan perubahan gaya hidup menjadi sikap peduli lingkungan. Semula masyarakat tidak mau tahu terhadap lingkungan, menjadi peduli dan melestarikan lingkungan.

Menurut seorang pakar lingkungan, masyarakat diajak untuk melakukan self environmental audit, menimbang kebiasaan dan perilaku sehari-hari, mana yang lebih banyak; merusak lingkungan atau memperbaiki lingkungan. Dengan pendekatan yang komprehensif, pemahaman terhadap CFD tidaklah semata-mata sebagai pengalihan lalu lintas, apalagi sekedar pengalihan polusi, tetapi sebagai pemberdayaan masyarakat untuk kepedulian lingkungan.

Agar tujuan akhir tercapai, CFD harus dilakukan secara kesinambungan dan meluas. Evaluasi dan kontrol juga perlu dilakukan untuk kesempurnaan program CFD di masa yang akan datang. Ke depannya CFD harus terus dilaksanakan setiap minggu atau minimal dua minggu sekali.

Ruas jalan yang digunakan untuk CFD juga dapat diperbanyak dan diperluas. Beberapa alternatif jalan yang dapat digunakan untuk program CFD adalah Jl. Gatot Soebroto sekitar Simpang Majestik, jalan sekitar Lapangan Merdeka, jalan sekitar Lapangan Benteng, Jl. Diponegoro, jalan sekitar Masjid Raya atau jalan lainnya yang lebih representatif.

Akhirnya, mari kita rayakan CFD di Medan dengan penuh tanggungjawab dan kebesaran hati semua pihak. CFD adalah kemenangan kita bersama untuk ikut peduli terhadap lingkungan sekitar kita.


www.titomedan.blogspot.com


(Photo: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxFv1OVdyYNt32EP8mMrH_xSBFgnUTLYgBhWXzv_yta0PwLo6odqWzqAcO7_9QG8kHGmKXcxZtnttnS94gbHoX9Co4v47bNW__4DOP1bU0k3fy-UqWWBEYJrdgw5nfDUaavhlqCqiWjL4p/s1600/Car-Free-Day-logo.jpg)


Saturday, March 19, 2016

MEMBUNUH KEMACETAN DI MEDAN


Judul tulisan ini sengaja dibuat provokatif sebagai bahan renungan dan ajakan kepada semua pihak. Bukan hanya merenung, namun melakukan tindakan mengurangi kemacetan, bahkan kalau bisa menghilangkan kemacetan.

“Apa yang bisa dilakukan selama kemacetan di jalan?” pertanyaan sederhana, klasik, dan menggelitik. Pertanyaan yang lahir akibat kebosanan dan kekecewaan sebagai bentuk sindiran dan gugatan masyarakat terhadap kemacetan di jalan raya.


Berdasarkan pengalaman, untuk menghindari kemacetan di jalan raya, kalau sedang naik sepeda atau sepeda motor, saya akan meliuk-likuk menembus kemacetan dan mencari jalan alternatif atau jalan tikus (cat.: tikus sebesar apa ya yang biasa memakai jalan ini?). Karena secara fisik, sepeda dan sepeda motor cukup langsing dan mumpuni untuk melakukannya.

Namun, kalau sedang naik mobil pribadi, saya akan “menikmati” kemacetan sambil memebuat kesibukan sendiri, misalnya dengan membaca koran, mendengarkan radio, musik, menonton televisi atau film di dvd mobil atau juga mengotak-atik smartphone.

Kalau sedang naik kendaraan umum dan macetnya total, biasanya bengong dan pasrah, atau kalau memungkinkan akan turun kendaraan untuk jalan kaki, mencari warung untuk membeli minuman pelepas dahaga.

Tidak asing lagi di telinga kita dengan istilah kemacetan di jalan raya, seperti ramlan (ramai lancar), pamer jempol (padat merayap terjebak macet di pintu tol), pamer gigi (padat merayap gila-gilaan), pamer paha (padat merayap tanpa harapan), pamer dada (padat merayap tersendat-sendat), pamer paha di ranjang (padat merayap tanpa harapan di dalam antrian panjang), pamer sus* (padat merayap susul-menyusul), pamer pant** (padat merayap panjang antrian merapat), dan pamer pen** (padat merayap pengen nangis). Istilah-istilah yang lahir sebagi bentuk kreativitas para pelaku kemacetan. (Cat.: mohon istilah-istilah tersebut jangan dilihat dari sisi pornografi ya).

Kemacetan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah. Sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia, Medan merupakan salah satu kota yang kemacetannya cukup parah. Beberapa kota yang kemacetannya cukup parah antara lain Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Makassar dan Semarang. Kemacetan di Medan tahun 2016 ini lebih berat daripada kemacetan tahun 2003, pada saat saya pertama kali merantau ke kota ini.

Kementerian Perhubungan tahun 2014 merilis kota termacet di Indonesia berdasarkan rerata kecepatan laju kendaraan di jalan, yaitu Bogor (15,32 km/jam), Jakarta (10-20 km/jam), Bandung (14,3 km/jam), Surabaya (21 km/jam), Depok (21,4 km/jam), Bekasi (21,86 km/jam), Tangerang (22 km/jam), Medan (23,4 km/jam), Makassar (24,06 km/jam), Semarang (27 km/jam). Jika kemacetan di Medan tidak diatasi, menurut LWI Sumut (2015), dalam lima tahun ke depan Kota Medan akan menjadi kota termacet di Indonesia.

Sejalan pertumbuhan penduduk dan perkembangan wilayah perkotaan, sarana transportasi memegang peranan penting. Sarana transportasi menyangkut jaringan jalan dan moda transportasinya. Pembangunan jaringan jalan oleh pemerintah selama ini selalu kalah bersaing dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor.

Data Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor. Rerata pertumbuhan jalan hanya sekitar 3,13% per tahun, sementara rerata pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor empat kali lipat dari rerata pertumbuhan jalan.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa telah terjadi peningkatan kepadatan lalu lintas di jalan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995, jalan sepanjang 1 km digunakan untuk 40 kendaraan, meningkat pada tahun 2008 menjadi 1 km jalan digunakan untuk 149 kendaraan. Tahun 2010 meningkat lagi menjadi 1 km jalan digunakan untuk 158 kendaraan.

Masyarakat sebagai pengguna (konsumen), dihadapkan pada pilihan sulit. Di satu sisi masyarakat ingin menggunakan moda transportasi umum agar lebih hemat dan tidak menambah kuantitas kendaraan di jalan raya. Tapi di sisi lain, kendaraan umum yang diharapkan, tidak memberikan pelayanan yang memuaskan. Keadaan fisik kendaraan umum yang memprihatinkan, tarif yang tidak transparan dan tidak standar, sikap ugal-ugalan sopir angkutan umum, serta keamanan dan keselamatan di dalam angkutan umum yang belum terjamin.

Medan, saat ini merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang belum berhasil menyelesaikan masalah kemacetan. Nasibnya hampir sama dengan kota-kota lain, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Bogor.

Secara umum akar permasalahannya adalah laju pertambahan panjang jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor, sikap sopir/ pengendara di jalan raya yang tidak disiplin, adanya beberapa titik sumber kemacetan seperti perlintasan sebidang dengan rel kereta api, pasar, sekolah dan mall, serta tidak adanya political will dari pemerintah daerah terhadap pembangunan angkutan umum yang murah, aman, dan nyaman.

Tahun ini sudah mulai beroperasi angkutan massal BUS MEBIDANG, yang melayani rute Medan, Binjai dan Deli Serdang. Bus transportasi massal ini merupakan bantuan dari Kementerian Perhubungan untuk mengurangi kemacetan di Kota Medan. Sayangnya penggunaan bus tersebut tidak maksimal. Dari pantaun sekilas, bus terisi hanya sedikit penumpang.

Jika dilakukan survey, saya yakin masyarakat berada akan lebih memilih naik kendaraan pribadi, daripada naik kendaraan umum. Selain karena faktor kenyamanan, juga faktor keamanan di dalam kendaraan. Untuk mengatasinya, pengelola kendaraan umum atau angkutan massal harus memenuhi keinginan penumpang akan kenyamanan dan keamanan di dalam angkutan. Dengan angkutan massal yang aman, nyaman dan harga (pasti) lebih ekonomis, maka masyarakat akan beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.

Sudah selayaknya kota Medan sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dari seluruh dunia, menjadi kota yang lalu lintasnya tertib dan tanpa kemacetan. Tentu saja ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga tanggung jawab semua pihak; masyarakat, pengendara, dan stakeholders lainnya.

Salam macet!
Semacet pikiran saya untuk melanjutkan tulisan ini…


www.titomedan.blogspot.com


(Photo: https://conversation.which.co.uk/wp-content/uploads/2011/11/trafficjamshutterstock_74043355.png)


Sunday, March 13, 2016

JANGAN TAKUT BERMIMPI (TETRALOGI BAGIAN 4: POHON)


Berdasarkan pengalaman mendidik di perguruan tinggi, saya menyimpulkan ada beberapa kekurangan pada lulusan SMU, yaitu kelemahan berani bicara dan menulis serta kelemahan kemampuan bahasa asing.

Padahal menulis dan berbicara adalah salah satu modal dasar kita. Kalau gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, maka saya bisa katakan manusia mati meninggalkan tulisan, perkataan dan perbuatan.


Kita tidak akan tahu pikiran seseorang kalau bukan dari perkataannya atau tulisannya. Belajarlah berdikusi, belajar bicara mengemukakan pendapat, belajar bicara mempertahankan pendapat dan belajar berdebat dengan orang lain. Berdebat yang sehat berdasarkan fakta dan data, bukan semata-mata debat kusir; satu jadi kusir satu jadi kuda.

Menulis juga seperti itu, harus dimulai, dilatih, dibiasakan dan dikembangkan. Bagi adik-adik yang biasa menulis di diary, teruskan kebiasaan tersebut. Malah sekarang teknologi sudah berkembang pesat, bisa menulis di media sosial seperti Facebook, Twitter atau blog. Apalagi didukung oleh jaringan internet dan WIFI sudah ada di mana-mana.

Menulis tidak harus berupa tulisan yang ilmiah atau berat, yang membuat kening berkerut. Tulisan ringan dan kejadian sehari-hari bisa menjadi topik tulisan. Beberapa penulis besar dengan karya buku besar adalah manusia yang hobi menulis.

Kita lihat contohnya, seperti JK Rowling dengan buku Harry Potter, Pramoedya Ananta Toer dengan roman Bumi Manusia, Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi dan Raditya Dika dengan buku Kambing Jantan (kumpulan tulisan ringan di blog-nya). Mantan pemimpin kita, founding-father Indonesia yaitu Soekarno dan Muhammad Hatta adalah sosok pejuang yang rajin menulis, bahkan ketika jeruji besi membatasi kehidupannya.

Sebenarnya, beberapa koran dan majalah sangat mengharapkan dan menampung tulisan-tulisan kita, asal sesuai dengan tema majalah tersebut. Bahkan ada rubrik tertentu yang khusus memuat penulis dari luar atau penulis baru. Mereka berani memberi honor yang lumayan besar untuk tulisan kita.

Saya sendiri masih belajar menulis yang baik dan benar. Yang jelas, sebagai seorang pendidik, saya harus menulis hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan menulis bahan perkuliahan dan praktikum. Saya berusaha rutin menulis artikel atau opini di koran atau majalah atau blog atau bahkan di media sosial.

Beberapa kali menulis di koran nasional Kompas, Waspada, Analisa dan Majalah Intisari. Pengalaman saya mengirim artikel populer ke Majalah Intisari sebanyak 7 lembar, dan diberi honor Rp 350.000, berarti selembarnya dihargai Rp 50.000. Walaupun tujuan utama saya menulis bukan ke nilai materialnya. Menggiurkan bukan?
Mengenai bahasa asing, minimal kuasai bahasa Inggris adalah modal utama untuk mendobrak dunia. Saya juga menyadari kemampuan saya berbahasa Inggris jauh ketinggalan dibandingkan alumni SMU dari kota besar.

Lapangan kerja dan era perdagangan bebas menuntut sumberdaya manusai yang mahir berbahasa asing seperti bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Prancis, Jerman dan bahasa Arab. Ya untuk tahap awal, minimal kita mengusai bahasa Inggris secara aktif. Bahasa asing lainnya nanti tinggal menyesuaikan.

Dulu, saya adalah pribadi yang kurang percaya diri dan pemalu kalau harus bicara di depan orang apalagi dalam forum orang banyak. Gemblengan dan latihan selama sekolah dan kuliah telah menjadikan saya ‘terpaksa’ berani dan jadi benar-benar berani untuk berbicara di depan orang. Apalagi tuntutan pekerjaan sebagai dosen, mengharuskan saya mampu berkomunikasi dengan orang lain, dalam hal ini mahasiswa, dosen, maupun dalam forum ilmiah lainnya.

Kebiasaan berkomunikasi juga akibat banyak kesempatan bicara di forum nasional maupun internasional. Memaparkan buah pikiran dan hasil penelitian. Untuk tingkat nasional sudah beberapa kali berbicara di forum seminar nasional, seperti di Medan, Bogor, Jakarta, Bandung, Pontianak, Makassar, dan Balikpapan. Untuk tingkat internasional, misalnya berbicara pada seminar internasional di Singapura tahun 2009 yang lalu.

Percayalah, kesuksesan tidak turun dengan sendirinya. Kesuksesan tidak datang dengan tiba-tiba, dan tidak juga diturunkan dari nenek moyang kita. Meraih kesuksesan tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan tidak segampang menekan keypad handphone. Kesuksesan diraih dengan cucuran keringat, air mata bahkan darah. Kesuksesan juga kadang tercipta dari kegagalan-kegagalan sebelumnya.

Thomas Alpha Edison tidak hanya sekali dua kali bereksperimen membuat bola lampu. Dia berhasil membuat bola lampu pada eksperimen ke-1000, setelah gagal berkali-kali. Kalau saja dia hanya bereksperimen sampai ke-900, maka bola lampu tidak akan pernah ada di dunia ini.

Beberapa sikap dan perilaku yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan mimpi-mimpi, antara lain:
B – Berdoa dan belajar.
A – Anti menyerah dan anti menjiplak.
N – Niat yang baik dan nikmati proses.
J – Jiwa enterpreneurship.
A – Aktif bekerjasama dan pandai bergaul.
R – Rasa ingintahu yang besar dan optimis.
S – Selalu patuh pada orangtua dan guru.
A – Akan jujur dan bertanggungjawab.
R – Rajin dan bekerja keras.
I – Inovatif dan kreatif.

Pada masa depan, sumberdaya manusia dituntut untuk lebih pandai, cerdas, unggul dan berprestasi. Salah satu indikatornya adalah tingkat pendidikannya. Dahulu lulusan SD atau SMP masih banyak diserap lapangan kerja. Tapi sekarang? Saat ini lulusan SMU bahkan sarjana pun sangat susah mencari pekerjaan.

Dahulu wajib belajar hanya 6 tahun (setingkat SD), sekarang wajib belajar 9 tahun (setingkat SMP). Saya yakin ke depannya, wajib belajar akan meningkat lagi, menjadi wajib belajar 12 tahun (setingkat SMU) bahkan wajib belajar 16 tahun (setingkat perguruan tinggi). Tentu kita harus mempersiapkannya bagi generasi sekarang maupun generasi anak-cucu kita.

Teruslah belajar, karena bagi kita belajar itu hukumnya wajib mulai dari lubang lahir sampai lubang kuburan. Sekolahlah setinggi-tingginya untuk menggapai cita-cita. Gali potensi dan kembangkan semaksimal mungkin. Setelah lulus SMU, kuliahlah di perguruan tinggi. Banyak beasiswa yang bisa diambil sebelum dan/ atau setelah masuk kuliah.

Jadi, jangan pernah mengeluh, meratapi nasib atau menyalahkan keadaan. Segeralah bertindak! Gelapnya malam tidak akan berubah menjadi terang benderang, hanya dengan mengeluh dan meratapinya. Tetapi akan berubah menjadi terang dengan menyalakan sebatang lilin.

Seperti kata Aa Gym, mulailah dari diri sendiri, mulailah dari yang kecil dan mulailah dari sekarang juga. Bahkan dikatakan bahwa Tuhan tidak akan merubah keadaan seseorang, kalau orang tersebut tidak merubahnya sendiri.

Kalau saya bisa mengulangi sejarah, memutar waktu saat sekolah SMA, saya akan belajar lebih rajin dan akan lebih aktif berorganisasi. Saya akan memanfaatkan waktu tiga tahun bersekolah dengan prestasi maksimal. Namun sayangnya waktu tidak bisa diputar, sejarah tidak bisa berulang. Masa lalu adalah sejarah, masa sekarang adalah anugerah dan masa depan adalah amanah.

Jadi kesempatan dan peluang ini sekarang ada di tangan adik-adik. Ayo belajar dengan lebih rajin untuk mencapai prestasi yang maksimal. Buktikan bahwa generasi Banjarsari juga bisa berprestasi di segala bidang.

Ayo taklukan zaman atau kita akan terlindas zaman...
Bermimpi dan wujudkanlah...
Dan pada akhirnya the dream come true...
Selamat berjuang...
Mohon maaf jika kurang berkenan.
Semoga bermanfaat.


www.titomedan.blogspot.com


(Photo: https://breezometer.com/wordpress/wp-content/uploads/2016/01/nature_big_tree_hd.jpg)


Saturday, March 12, 2016

JANGAN TAKUT BERMIMPI (TETRALOGI BAGIAN 3: TIANG)


Hidup dan sukses adalah pilihan. Jalan hidup dan kesuksesan kita ditentukan oleh tangan, langkah dan pikiran kita. Saya yakin semua orang ingin bahagia dan sukses, tapi tidak semua orang akan mendapatkannya. Mengapa? Karena hanya orang-orang yang bertekad dan bekerja keras mewujudkannya, yang akan menikmati hasilnya. Saya tidak ingin mengatakan bahwa saya orang yang sukses. Mungkin saya hanya lebih beruntung dibandingkan teman-teman yang lain.


Adik-adik kenal dengan Tukul Arwana dan Oprah Winfrey? Kita pasti merasa lebih ganteng dari pelawak Tukul Arwana, atau merasa lebih cantik dari presenter Oprah Winfrey. Tapi mengapa Tukul dan Oprah lebih terkenal dan lebih sukses dari orang lain? Jawabannya adalah karena mereka berprestasi dan berkarakter.

Mereka berjuang dan bekerja keras mulai dari titik nol sampai menjadi sukses seperti sekarang ini. Mereka mau bersaing dan berkompetisi dengan orang lain dan memenanginya. Mereka telah menjadi pemenang bukan hanya pecundang. Mereka saja bisa, mengapa kita tidak bisa. Kita yang merasa wajahnya lebih cakep tentu harusnya lebih percaya diri untuk mencapai mimpi-mimpi kita.

Kalau adik-adik memiliki badan yang sehat dan lengkap serta pikiran yang normal, harusnya selalu bersyukur. Dengan modal jiwa dan raga yang sehat tersebut harusnya adik-adik dapat berbuat dan berprestasi lebih banyak dan lebih baik lagi.

Pasti adik-adik kenal dengan Albert Einstein. Dia adalah–menurut pihak sekolah–siswa yang bodoh dan idiot. Karena kebodohannya tersebut, dia harus dikeluarkan (drop out) oleh pihak sekolah. Untungnya ibunya adalah ibu yang pengertian yang mengasuh dengan penuh cinta kasih. Ibunya tahu bahwa Einstein kecil memiliki kelebihan dan kekuatan besar yang tidak dimiliki oleh anak lainnya. Akhirnya terbukti Einstein tumbuh menjadi ilmuwan besar dengan teori relativitasnya dan bom atomnya. Buah pikirannya selalu menjadi rujukan ilmuwan fisika sampai saat ini.

Lihat juga Stephen Hawking, seorang anak manusia yang (maaf) lumpuh dan menghabiskan waktunya di kursi roda. Tapi lihatlah olah pikirannya, dia ilmuwan besar fisika modern dengan teori black hole yang menjadi panutan dan rujukan ilmuwan seantero jagat. Kalau mereka yang (maaf) cacat jiwa atau raga saja bisa berprestasi, apalagi kita yang normal jiwa raganya.

Pada dasarnya semua orang itu sama, dilahirkan dalam kedaan yang sama: menangis dan tidak memakai apapun. Makanya semua orang–tanpa kecuali–mempunyai peluang yang sama untuk sukses. Untuk mencapai sukses, kita harus bekerja keras dan berani berkompetisi secara sehat dengan orang lain. Dari sejak awal kehidupan, kita sudah biasa berkompetisi. Kita sudah diajari berkompetisi.

Kita berasal dari sebuah sperma yang membuahi sel telur. Dari jutaan sperma, hanya satu yang berhasil mengalahkan sperma lainnya untuk berenang dan meluncur membuahi sel telur. Dan sperma yang membuahi sel telur itulah yang menjadi diri kita. Itulah kompetisi pertama dari diri kita. Sperma yang berjuang, bekerja keras dan berkompetisi. Kalau saja sperma tidak berkompetisi dan berjuang, tentu kita tidak akan pernah dilahirkan di muka bumi ini.

Kita sebagai manusia adalah makhluk yang paripurna di muka bumi ini. Kita diberi bentuk yang paling lengkap dan sempurna serta dilengkapi dengan akal pikiran, yang membedakannya dengan makhluk lain. Kita adalah khalifah bagi makhluk hidup lainnya. Kita harus lebih unggul dari makhluk lain.

Masa kita kalah dengan hewan seperti Paul, gurita si peramal yang terkenal pada ajang piala dunia Afrika Selatan tahun 2010. Bukan berarti saya menganjurkan adik-adik jadi peramal, apalagi menganjurkan menjadi gurita. Bukan sama sekali. Tapi jadilah diri sendiri yang mempunyai prestasi dan karakter.

Lulus sekolah atau kuliah juga seharusnya jangan hanya mengincar mencari pekerjaan. Tapi lebih baik lagi kalau bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri menjadi wirausahawan (enterpreneur).

Masih ingat Mark Zukerberg? Dia adalah pembuat situs jejaring sosial Facebook yang akrab kita gunakan. Perlu adik-adik ketahui, dia adalah mantan mahasiswa Universitas Harvard yang dikeluarkan (drop out). Dia sekarang sukses mengembangkan Facebook. Dia juga salah satu anak muda terkaya di muka bumi ini.

Jadi jelas titel dan gelar kesarjanaan bukan segalanya. Jiwa enterpreneur yang mengantarkan Mark Zukerberg ke istana kesuksesan. Enterpreneur juga yang mengantarkan Ciputra menjadi raja property atau mengantarkan Bob Sadino menjadi bos agribisnis terkemuka.

Kecerdasan seseorang (IQ) juga tidak selamanya berbanding lurus dengan kesuksesan. Ada kecerdasan lain, yaitu kecerdasan emosional (EQ) yang juga perlu ditingkatkan. EQ berkaitan dengan bagaimana sikap dan perilaku kita, bagimana kita bisa berempati, berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain.

IQ dan EQ penting, karena di masyarakat atau di lingkungan kerja, kita tidak mungkin terus bekerja sendiri. Kita bekerja dalam kelompok kerja (team work) yang saling bahu membahu mewujudkan tujuan kerja.

... to be continued...


www.titomedan.blogspot.com


(Photo: http://s3-production.bobvila.com/articles/wp-content/uploads/2014/01/pruning-young-trees.jpg)


Sunday, March 6, 2016

JANGAN TAKUT BERMIMPI (TETRALOGI BAGIAN 2: PANCANG)


Tahun 1997, saya diterima kuliah di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK, bersama 3 orang teman seangkatan. Pada saat mendaftar, saya memilih Jurusan Teknologi Hasil Hutan (THH), Teknologi Pangan dan Gizi (TPG), serta Ilmu dan Teknologi dan Kelautan (ITK).
Tidak ada alasan khusus memilih jurusan tersebut, karena saya awam tentang semua jurusan di IPB. Pemilihan lebih karena pertimbangan terdengar keren dan canggih karena ada kata ‘teknologi’. Pertimbangan lain adalah, ada kakak sepupu yang sedang kuliah di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Minimal kalau kuliahnya satu fakultas khan bisa lebih mudah berkomunikasi.

Masa kuliah adalah jalan hidup yang berat bagi saya, karena saya harus belajar di kota yang asing dan jauh dari orangtua. Saya sampai menitikkan air mata ketika ayah yang mengantar ke Bogor akan pulang ke Banjarsari.

Di sisi lain saya juga merasa senang, karena bisa bebas, bisa belajar hidup mandiri, mengatur kehidupannya sendiri. Pada awal-awal masa kuliah, rindu berat terhadap orangtua membuat saya pulang setiap bulan. Namun berikutnya karena jadwal perkuliahan yang padat dan sudah menikmati kehidupan di Bogor, pulang ke rumah menjadi lebih jarang, 2 bulan sekali sampai 6 bulan sekali.

Selama kuliah, sebisa mungkin saya memanfaatkan fasilitas IPB, saya ikut olahraga Merpati Putih, masuk Asrama Sylvasari dan mendapatkan beasiswa dari GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh). Fasilitas yang saya dapatkan tersebut lebih memacu semangat dalam belajar.

Saya sangat menikmati masa kuliah, sampai-sampai harus menyelesaikannya selama hampir 5 tahun. Penelitian magang sebagai tugas akhir skripsi pun saya lakukan di PT Albasi Parahyangan Kota Banjar, agar bisa lebih dekat dengan rumah orangtua. September 2002, saya diwisuda dan menyandang gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) sebesar 3,09 (skala 4).

Pada masa-masa penyusunan skripsi saya diangkat jadi asisten praktikum oleh dosen pembimbing skripsi yaitu Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc. Begitupun setelah wisuda saya masih menetap di Bogor menjadi asisten dosen. Pebruari 2003, ada lowongan sebanyak 6 orang jadi dosen honorer di Universitas Sumatera Utara (USU).

Saya sangat tertarik, tapi saya bimbang antara daftar atau tidak. Di satu sisi saya ingin bekerja yang mapan, di sisi lain lokasi tempat bekerjanya cukup jauh dan hanya jadi dosen honorer.

Setelah berdiskusi dengan keluarga dan ber-istiharah, saya putuskan untuk mendaftar. Sebagai tambahan, dalam mimpi setelah istiharah, saya melihat ada bintang bersinar dari arah barat Indonesia. Alhamdulillah, setelah melewati seleksi administrasi dan wawancara, saya lolos dan diterima jadi dosen. Akhirnya kami berenam berangkat ke Medan, naik pesawat Lion Air untuk yang pertama kalinya.

Waktu tak terasa berputar cepat, hampir setahun menjadi dosen honorer. Desember 2003, kami diangkat menjadi dosen tetap PNS (pegawai negeri sipil) di USU. Saya tidak pernah membayangkan menjadi seorang dosen di universitas negeri, sekelas USU di Medan. Tahun 2006 saya berhasil mendapatkan beasiswa BPPS untuk melanjutkan kuliah S2 di IPB dan lulus tahun 2009 dan menyandang gelar Magister Sains (M.Si) dengan IPK 3,86 (skala 4).

Menjadi seorang dosen adalah jalan hidup saya. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan oleh dosen yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi, meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Kegiatan tersebut harus dilakukan secara seimbang dan kesinambungan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan berkaitan dengan memberikan perkuliahan dan praktikum kepada mahasiswa. Penelitian berkaitan dengan melakukan kajian penelitian, menulis jurnal karya ilmiah dan seminar hasil penelitian. Pengabdian pada masyarakat berkaitan dengan mengaplikasikan dan mengamalkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Materi pendidikan yang diberikan harus mengacu kepada pendidikan secara kognitif (ilmu pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (gerakan) agar hasilnya bisa optimal dan paripurna.

Saya suka bermimpi dan berfantasi. Sejak kecil memang saya selalu bermimpi menjadi PNS. Mimpi itu yang selalu mengiringi setiap langkah saya selama sekolah dan kuliah. Saya merasa bersyukur karena banyak impian saya terwujud dengan menjadi dosen.

Saat kecil saya bermimpi naik pesawat, sekarang telah terwujud bahkan sudah puluhan kali. Dulu saya bermimpi jadi PNS, sekarang sudah terkabul. Dulu juga saya bermimpi ingin ke luar negeri, sekarang sudah terwujud pada tahun 2009 ke luar negeri perdana yaitu Singapura.

Saya pernah bermimpi memiliki keluarga yang bahagia dengan anak-anak yang lucu, sekarang sudah terwujud. Masih banyak mimpi-mimpi lain yang sedang dan akan saya wujudkan. Saya yakin saya mampu dan saya bisa.

Kehidupan dan peradaban umat manusia berasal dari sebuah mimpi. Mimpi-mimpi itulah yang kemudian bisa diwujudkan menjadi kenyataan. Kita tidak akan pernah melihat pesawat terbang, kalau tidak ada yang bermimpi manusia bisa terbang. Kita juga tidak akan pernah memegang handphone, kalau tidak ada mimpi manusia untuk berkomunikasi jarak jauh.

Mari kita semua mencoba dan berani untuk bermimpi. Bermimpi secara positif. Karena bermimpi itu tidak perlu bayar alias gratis tis.. tis... Mimpi yang kita harapkan saja belum tentu terwujud, apalagi yang tidak bermimpi sama sekali. Kalau mimpi kita bisa terwujud, kita bersyukur dan ucapkan alhamdulillah.

Kalau mimpi kita belum terwujud, jangan bersedih dan jangan menyerah. Mungkin kita perlu berusaha lebih keras lagi atau mimpi kita diwujudkan dalam bentuk lain yang lebih sesuai dengan kebutuhan kita.

Mimpi kita akan selalu mengiringi setiap langkah kita ke depan. Silakan adik-adik bermimpi menjadi presiden, menjadi ilmuwan, menjadi astronout, menjadi pilot, atau menjadi enterpreneur (wirausaha). Tidak ada yang hina dengan sebuah pekerjaan, asalkan masih dalam koridor agama, hukum dan norma.

... to be continued...



www.titomedan.blogspot.com



(Photo: https://img-new.cgtrader.com/items/32550/green_young_tree_3d_model_f505e7b7-3bd1-4c0b-bbc6-2e0664acbd89.jpg)


Saturday, March 5, 2016

JANGAN TAKUT BERMIMPI (TETRALOGI BAGIAN 1: SEMAI)


PENGANTAR:
Artikel ini merupakan tulisan pengalaman pribadi alumni, isnpirasi dan motivasi yang diminta oleh pihak SMUN 1 Banjarsari – Ciamis, untuk diterbitkan dalam majalah sekolah pada tahun 2010. Tulisannya cukup panjang, sehingga saya bagi menjadi empat bagian (tertralogi), yaitu semai, pancang, tiang dan pohon. Beberapa bagian sangat spesifik dengan SMUN 1 Banjarsari dan daerah saya; bagian lain bersifat umum dan relevan sampai sekarang. Selamat membaca.


JANGAN TAKUT BERMIMPI
(TETRALOGI BAGIAN 1: SEMAI)
Catatan Kecil Seorang Alumni SMUN 1 Banjarsari – Ciamis


Tiga kunci sukses adalah:
tahu lebih banyak dari orang lain,
berusaha lebih keras dari orang lain,
dan berharap lebih sedikit dari orang lain.
(Wiliam Shakespeare)
Saya tidak suka dengan SMUN 1 Banjarsari. Itu dulu. Itulah pikiran yang pernah berkecamuk sebelum masuk sekolah SMU. Saya berpikir, SMUN 1 Banjarsari adalah sekolah yang masih relatif baru dan hanya satu-satunya sekolah negeri di kota kecamatan kecil. Lokasinya di tengah daerah persawahan dan jauh dari pusat kota. Bagaimana sumberdaya gurunya? Fasilitas belajar dan sarana-prasarananya? dan lain-lain. Apalagi saya masuk SMUN 1 Banjarsari karena “bujukan” kedua orangtua.

Dulu, selepas dari SMPN 1 Banjarsari, saya sebenarnya ingin melanjutkan ke SMUN di Kota Banjar atau Kota Ciamis, tapi orangtua melarangnya. Saya yakin kalau hanya masuk SMUN di Banjar atau Ciamis pasti bisa lolos, karena nilai NEM SMP saya adalah terbesar kedua. Akhirnya dengan berat hati, saya melanjutkan sekolah di SMUN Banjarsari karena kehendak orangtua yang ingin anaknya selalu dalam pengawasannya. Saya berpikir positif saja dan yakin ada maksud baik di balik semua itu.

Sekarang saya bisa katakan: SAYA BANGGA JADI ALUMNI SMUN 1 BANJARSARI. Saya adalah salah satu alumni SMUN Banjarsari (dulu: SMAN), masuk tahun 1994 dan lulus tahun 1997. Saya bersyukur telah dididik oleh para mahaguru di SMUN Banjarsari. Saya tak hentinya mengucapkan terima kasih kepada para guru yang juga saya anggap sebagai orangtua sendiri. Terutama kepada guru yang pernah menjadi wali kelas saya, yaitu Bu Tita, Pak Pendi, dan Pak Mujono. Semoga pengabdiannya yang tulus diberikan balasan pahala yang berlipat. Secara, pahala guru tak pernah berhenti mengalir selama ilmunya bermanfaat dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Rumah orangtua saya berada di Kedungkendal, Sindangsari. Berada di pinggir sungai dengan lingkungan persawahan dan kebun. Saya bukan berasal dari keluarga yang kaya raya, bukan juga dari keluarga miskin papa, tapi hanya dari keluarga sederhana. Kedua orangtua saya adalah guru SD dan petani. Lingkungan keluarga guru membuat saya terbiasa dengan lingkungan ilmiah pembelajar; terbiasa membaca buku, terbiasa membaca majalah Si Kuncung, dan terbiasa membaca koran.

Saya berusaha menjalani sekolah dengan senang dan enjoy. Tiap pagi berangkat ke sekolah dengan naik sepeda. Sepeda dititipkan di parkiran belakang SD Kotanyari-SD Banjarsari IX dan dilanjutkan naik angkutan kota atau elf minibus dengan tarif Rp 500. Sementara teman-teman yang lain banyak yang naik sepeda motor, bahkan ada juga yang naik mobil pribadi. Karena kebetulan mereka berasal dari keluarga yang berada.

Saya berusaha bergaul dengan semua teman-teman sekolah, guru, pegawai dan ibu kantin. Karena saya merasa kurang percaya diri, saya lebih nyaman bergaul dengan teman sepermainan yang berasal dari satu desa atau desa sebelah. Menurut saya, bersekolah di SMUN satu-satunya di kota kecamatan kecil bukanlah suatu kerugian atau kehinaan besar. SMUN 1 Banjarsari tidak kalah bersaing dengan SMUN lainnya di Kabupaten Ciamis bahkan di Indonesia. Apalagi sekarang, saya yakin kualitasnya jauh lebih baik daripada masa saya sekolah dulu.

Banyak alumni SMUN 1 Banjarsari yang sukses dengan pekerjaanya. Menurut saya, nilai kesuksesan tidak selamanya hanya dinilai dengan materi atau pangkat dan jabatan, tapi lebih kepada bekerja dengan penuh tanggungjawab mengamalkan ilmunya agar bermanfaat bagi orang lain. Berdasarkan informasi yang saya terima, beberapa alumni sudah mampu menjangkau semua lini kehidupan; menjadi guru, dokter, perawat, wartawan, ustadz, polisi, tentara, dosen, artis, enterpreneur (wirausaha) dain lain-lain, baik di dalam maupun luar negeri.

Alhamdulillah prestasi saya di SMUN 1 Banjarsari cukup membanggakan. Rangking saya selalu 1 atau 2, bahkan beberapa kali menjadi yang terbaik di sekolah. Maaf, saya bukan berniat menyombongkan diri, saya hanya ingin memacu semangat serta memberikan inspirasi dan motivasi kepada adik-adik siswa SMUN 1 Banjarsari.

Saya tidak begitu aktif berorganisasi di sekolah, baik itu OSIS, Pramuka Bantara atau Paskibra. Saya hanya ikut olahraga beladiri Satria Muda Indonesia (SMI) dan ekstrakurikuler basket. Itulah salah satu penyesalan saya, tidak aktif di organisasi sekolah. Karena banyak keuntungan yang bisa diambil. Jiwa kepemimpinan, jiwa bekerjasama dalam team work, jiwa bermasyarakat bisa dilatih selama berorganisasi.

Pada saat kelas 3, saya pernah mewakili SMUN 1 Banjarsari dalam seleksi Olimpiade Matematika tingkat kabupaten di Ciamis, dan mendapatkan peringkat 4. Walaupun tidak masuk seleksi tingkat Propinsi, tapi saya bangga, ternyata sistem kurikulum dan pengajaran di SMUN 1 Banjarsari cukup baik. Saya dan teman-teman juga sempat mewakili Kabupaten Ciamis dalam lomba paduan suara dalam rangka HUT Kodam III Siliwangi di Garut dan Bandung. Tahun 1997, saya terpilih menjadi “ sepasang pengantin” bersama An-an dalam upacara adat pada acara perpisahan dan kelulusan. Saya merasa sangat membanggakan dan kenangan yang tak terlupakan.

SMUN 1 Banjarsari adalah salah satu sekolah yang terbaik, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jadi jangan ada rasa penyesalan menuntut ilmu di SMUN 1 Banjarsari. Sebenarnya kita bisa menjadikan semua keterbatasan dan kelemahan menjadi sebuah kekuatan mahabesar untuk mencapai kesuksesan. Kalau kita sungguh-sungguh berniat belajar, tentu akan ada jalan di setiap langkah.

... to be continued...


www.titomedan.blogspot.com


(Photo: http://2plqyp1e0nbi44cllfr7pbor.wpengine.netdna-cdn.com/files/2014/07/Seedling.jpg)