Translate

Thursday, February 11, 2016

MENGGUGAT USIA PEMUDA: TENTANG ORGANISASI KEPEMUDAAN



Sabtu 30 Januari 2016, kejadian keributan dan bentrok antar anggota dua organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) di Medan terjadi (lagi). Sebut saja OKP ini inisialnya PP dan IPK. Kepanjangannya tidak perlu dituliskan, karena biar pembaca penasaran dan tetap menjadi rahasia bersama. Saya tuliskan “lagi”, karena kejadian ini memang sudah berulang kali. Baik kejadian dalam skala besar maupun skala kecil.

Masih meninggalkan luka dan trauma yang mendalam bagi korban maupun keluarga korban. Sedikit banyak masih ada rasa dendam yang tertinggal. Suatu saat oleh percikan api amarah dan ego, dendam ini akan mudah menyulut sekam persatuan dan kedamaian.

Seharusnya OKP yang berjiwa Pancasila dan selalu Berkarya adalah OKP yang bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Kedua OKP tersebut memang memiliki sejarah panjang seiring berkembangnya negara Indonesia. Pemuda Pancasila (PP) yang didirikan oleh IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) pada 28 Oktober 1959 memiliki sejarah yang penuh warna, ditandai dengan perjuangan politik untuk menyelamatkan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diamanatkan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Di pihak lain, Ikatan Pemuda Karya (IPK) berdiri pada 28 Agustus 1969, sebagai kelanjutan dari berdirinya Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila) pada 19 Juni 1954 di Jakarta. Serta berinduk kepada Koordinasi Ikatan-Ikatan Pancasila (Kodi) dan merupakan salah satu pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (Gakari).

Banyak kisah tentang sikap heroik anggota PP dan IPK dalam menegakkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sejak berdiri sampai sekarang. Di sisi lain, tidak kalah banyak kisah tentang sikap zeroik (oknum anggota) PP dan IPK. Banyak cerita beredar dari masyarakat, pelau usaha maupun pejabat, bahwa (oknum) OKP berperan sebagai preman dan pelaku jasa keamanan dengan wilayah kekuasaan tertentu. Atau menjadi basis kekuatan politik. Dengan modal proposal, mereka meminta uang untuk acara-acara tertentu, (kadang) disertai ancaman akan keselamatan dan keamanan.

Tanpa mengkesampingkan peran perjuangan OKP pada zaman dahulu, ternyata banyak cerita tentang kegiatan negatif dari OKP. Untuk mengetahui dampak keberadaan OKP tersebut secara di masyarakat, silakan ditanyakan ke masyarakat, lebih banyak dampak positifnya atau dampak negatifnya? Silakan dijawab masing-masing.

Satu hal yang cukup menarik dan mengelitik untuk dicermati adalah usia anggota OKP tersebut. Sebagian besar anggotanya adalah sudah berusia tidak pemuda lagi, kalau tidak mau dikatakan tua. Para ketuanya juga bisa dipastikan bukan dari golongan pemuda, kalau tidak mau dikatakan manula.

Padahal UU No. 40 Tahun 2009 Kepemudaan Pasal 1 Ayat 1, menyebutkan bahwa “Pemuda adalah Warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun”. Walaupun batasan usia tersebut masih banyak diperdebatkan. Bahkan ternyata batasan usia pemuda Indonesia dengan negara lain berbeda. Di negara lain, usia pemuda itu antara rentang 15 sampai dengan 25 tahun.

Sudah jelas, di UU Kepemudaan tidak mendefinisikan pemuda dari kriteria semangat, jiwa atau darahnya. Jadi walaupun semangat, jiwa dan darahnya muda, namun jika usianya sudah kadaluarsa (baca: lebih dari 30 tahun), maka tidak bisa disebut sebagai pemuda lagi.

Kembali ke urusan usia tadi, ternyata para anggota OKP yang tua-tua ini adalah termasuk golongan generasi yang gagal move-on. Tepatnya tidak bisa move-on dari kenyataan bahwa mereka sudah tua dan kurang pas menjadi anggota organisasi pemuda. Sebaiknya mereka mengundurkan diri dan menyerahkan organisasi ini pada anak muda yang benar-benar pemuda. Mereka bisa bergabung ke organisasi masyarakat (Ormas) yang memang tidak mensyaratkan anggotanya harus pemuda. 

Kalaupun tidak mau mengundurkan diri, jangan pakai kata “pemuda” pada nama OKP, tapi pakai kata “petua”. Misalnya organisasi Pemuda Pemudi jadi Petua Petui, Pemuda Petisah menjadi Petua Petisah, dan Ikatan Pemuda Kampungbaru menjadi Ikatan Petua Kampungbaru.

Ke depannya, OKP harus mereformasi diri dan merekstrukturisasi menjadi Organisasi Kegiatan Positif. Jangan jadikan OKP sebagai kedok mencari makan atau menjadi mata pencaharian.

Usia bukanlah halangan. Walau usia kronologis sudah tua, tetapi usia biologis masih tetap muda. Jadilah anggota OKP yang benar-benar pribadi yang Optimis, Kreatif dan Parsitipatif.

Hiks…
Tisu, mana tisu?...


www.titomedan.blogspot.com 


(Photo: http://assets.kompas.com/data/(photo/2016/02/02/1916059PP-IPK780x390.jpg)


No comments: