Translate

Sunday, July 3, 2016

BERLEMAS-LEMAS KE ANGKA SEBELAS


Tanggal 2 bulan Juli tahun 2016 ini, genap sebelas tahun saya berumah tangga. Sebelas tahun bukan masa yang singkat dan sekejap. Tahun ini, momennya bertepatan dengan ujung bulan Ramadhan 1437 H, menjelang hari H, jam J, menit M dan detik D kedatangan Hari Raya Idul Fitri.

Kalau saya kilas balik ke belakang, sekira 12 tahun yang lalu saya baru mengenal seorang gadis yang manis, eksotis, narsis, eksis dan suka meringis. Sebut saja inisialnya H.I.J.R.I. Karena alasan sesama alumni IPB yang membuat kami bisa bertemu. Saya berutang budi pada Himpunan Alumni IPB Sumatera Utara yang memberi kesempatan mempertemukan kami di acara gathering. Uhuuk!!


Perkenalan yang singkat dengan dia dan keluarganya, membuat saya yakin bahwa dialah jodohku. Ini adalah jawaban Tuhan atas doa yang kumunajatkan. Jawaban atas harapan dan keinginan sebagai seorang lelaki normal, bukan lelaki paranormal.

Kalau kemarin rakyat Inggris melakukan referendum BREXIT (British Exit) untuk memisahkan diri dari UNI-EROPA. Dulu, keluarga kami pun melakukan referendum BREXIT untuk bersatu dengan keluarga UNI-HIJRI. Tentu saja BREXIT-nya bukan “British Exit”, namun “Berumah Tangga dengan Modal Sedikit”.

Hasil musyawarah untuk mufakat sesuai Sila ke 4 Pancasila yaitu “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan” dari kedua keluarga memutuskan bahwa pernikahan kami dilakukan tanggal 2 Juli 2005. Pesta pernikahan-jika itu bisa disebut sebuah pesta-yang sederhana, yang penting bermakna dan pernikahan kami syah secara agama dan hukum Indonesia.

Setahun menikah, alhamdulillah kami diberi amanah seorang pangeran (Radith, 10 tahun), dua tahun kemudian diberi seorang putri (Rania, 8 tahun), dan sebagai pamungkas delapan tahun kemudian diberi seorang putri lagi (Raisya, 6 bulan). Kami sepakat memberi nama GENTH di bagian akhir nama anak-anak. GENTH artinya Gen atau Generasi Tito-Hijri.

Keluarga kami adalah keluarga yang nomaden, minimal sampai beberapa tahun ke depan. Setahun setelah menikah, saya melanjutkan sekolah S2 ke IPB Bogor. Saya harus meninggalkan anak yang sedang imut-imutnya. Saya juga harus meninggalkan istri yang juga sedang lucu-lucunya. Syukurlah, dua tahun kemudian istri dan anak-anak menyusul ke Bogor untuk melanjutkan sekolah juga.

Setelah lulus S2 dari IPB, tahun 2010 kami kembali ke Medan untuk bekerja kembali. Tahun ini Insya Allah kami juga harus nomaden, karena kami sekeluarga akan menjalani hidup baru di Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah S3.

Berumah tangga memang tidak semudah mempolisikan guru yang mencubit siswanya. Tidak selancar peluncuran Satelit BRISat. Tidak juga semulus ketiak ala Barbie-nya Priyanka Chopra. Justru berumah tangga kadang sesulit membalikkan telapak tangan, tepatnya tangan jutaan dinosaurus.

Banyak suka dan duka yang sudah kami alami. Kadang berumah tangga itu bisa selucu komika Raditya Dika, kadang bisa semanis madu, bakan bisa sepahit jamu, atau justru jadi seseram Valak.

Perbedaan suku, budaya, bahasa ibu, dan adat istiadat antara Jawa dan Minang, kadang menjadi masalah. Namun kadang juga menjadi berkah keberagamanan dan kekayaan budaya Indonesia.

Sebelas tahun ini baru awal perjalanan keluarga kami, untuk mencapai cita-cita yang lebih besar. Masih banyak harapan dan keinginan yang harus terwujud. Contohnya membesarkan ketiga anak, atau bahkan membesarkan yang lain. Masih ada dua belas, tiga belas, empat belas, dua puluh, lima puluh, seratus bahkan seribu tahun lagi ke depan, yang harus kami (atau keturunan kami) hadapi dengan gagah perkakas, eh gagah perkasa.

Terima kasih istriku.
Sudah menjadi gembok hati dari kunciku.
Menjadi pelipur di kala lara.
Menjadi oase di saat dahaga.

Ibarat menjadi wifi di kala quota internet habis.
Atau menjadi bubuy cumcum di saat berbuka puasa.
Bisa juga menjadi tol laut, saat tol darat macet berkepanjangan.

Doa dan harapanku sederhana:
Jadikan aku suami yang bagus.
Bukan jadi lelaki kardus.

Jadikan aku suami yang tebal dompet.
Bukan jadi lelaki karpet.

Jadikan aku suami yang seimbang otak dan otot
Bukan jadi lelaki kencrot.

Jadikan aku suami yang imut.
Bukan jadi lelaki bangkrut.

Jadikan aku suami yang selalu update.
Bukan jadi lelaki mencret.

Jadikan aku suami yang tidak ribet.
Bukan jadi lelaki karbet.

Jadikan aku suami yang bersahabat.
Bukan jadi lelaki bangsat.

Sebelas tahun berumah tangga juga kadang bikin jiwa dan raga kami lemas.
Tapi kami tidak takut lemas, karena justeru lemas itu yang bikin kami puas.
Anda lemas, kami puas.
Dan pada akhirnya jadi impas.
Semua ujian, tantangan, rintangan dan rangsangan dilalui dengan berkelas.
Pikiran dan wawasan jadi lebih luas.
Hati dan jiwa juga lebih terbuka bebas.
Menuju kualitas keluarga yang paling atas.
Casss… caassss… caaassssss…


www.titomedan.blogspot.com


No comments: