Translate

Saturday, February 20, 2016

“BODAT” UNTUK DANAU TOBA


BODAT ?. Ya memang BODAT. Sengaja saya tuliskan BODAT dengan huruf kapital. Saat ini BODAT menjadi harapan terindah untuk Danau Toba di Sumatera Utara.


Tentu Saya bukan sedang memaki Danau Toba menggunakan kata “BODAT” dalam artian “monyet”. Sebagai catatan, bodat artinya monyet menurut Bahasa Batak. Namun BODAT di sini adalah Badan Otorita Danau Toba sebagai badan otorita pengelola kawasan Danau Toba yang wilayahnya sangat luas.

Danau Toba memiliki luas 1.130 km persegi terbentang sepanjang 100 km dan selebar 30 km, dan merupakan danau terluas di Indonesia dan Asia Tenggara. Berada di ketinggian 905 m dpl, Danau Toba tercipta sebagai danau vulkanik dan meimilik kedalaman sampai 529 meter. Danau Toba berada di Provinsi Sumatera Utara dengan wilayah terbentang di tujuh kabupaten, yaitu Kabupaten Simalungun, Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Karo, Dairi, dan Humbang Hasundutan.

Danau Toba memiliki sejarah yang sangat panjang sejak jaman pra-sejarah. Danau Toba terbentuk dari letusan supervolcano Gunung Toba Purba pada tahun 73.000–75.000 tahun lalu. Sejarah mencatat bahwa letusan Gunung Toba Purba merupakan salah satu letusan gunung berapi terbesar sepanjang masa.

Letusan tersebut juga memberikan dampak bencana yang hebat. Suara ledakan yang menggelegar, luncuran larva, lava, dan debu yang memmpengaruhi iklim global selama beberapa waktu. Tidak sedikit korban nyawa dan harta dari perkampungan sekitar Danau Toba. Sisa magma berukuran sangat besar membentuk sebuah pulau yaitu Pulau Samosir.

Komitmen Pemerintah RI dengan dipiloti Presiden Jokowi untuk mengembangkan pariwisata sebagai salah satu bidang ekonomi kreatif patut diapresiasi. Beruntung sekali Danau Toba menjadi salah satu kawasan wisata unggulan yang akan dikelola dan dikembangkan dan pemerintah pusat, selain Borobudur, Bromo, Kepulauan Seribu, Mandalika, Morotai , Pulau Komodo, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, dan Wakatobi.

Beruntung juga salah satu menteri koordinator adalah putra daerah Danau Toba, yaitu Menko Pohukam Luhut Panjaitan. Diadakannya rapat koordinasi pembahasan pengembangan wisata Danau Toba di Institut Teknologi Del, Laguboti, Toba Samosir, milik Luhut Panjaitan, menjadi tonggak sejarah yang menjanjikan.

Dalam rapat pada hari Sabtu, 9 Januari 2016 tersebut hadir Menko Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli, Menko Polhukam Luhut Panjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata Arief Yahya, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Rakor juga dihadiri Pelaksana Tugas Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Kapolda Sumut Irjen. Pol. Ngadino, tokoh adat dan tujuh Bupati dari seluruh wilayah yang mengelilingi Danau Toba yakni Bupati Toba Samosir, Bupati Tapanuli Utara, Bupati Samosir, Bupati Karo, Bupati Simalungun, Bupati Dairi dan Bupati Humbang Hasundutan.

Hasil rapat koordinasi menegaskan kembali untuk mengembangkan Kawasan Danau Toba menjadi tujuan wisata kelas dunia dengan membentuk Badan Otorita Danau Toba. Selain Danau Toba, pemerintah juga akan membentuk badan otoritas di sembilan kawasan wisata utama di Indonesia pada 2016.

Pengelolaan Danau Toba akan dikembangkan oleh Badan Otorita Danau Toba dengan konsep single management dan single destination, seperti manajemen Angkor Watt yang mengangkat pariwisata Kamboja. Pemerintah akan membangun dan mengembangkan infrastruktur pendukung seperti bandara, jalan tol, rel kereta api, perhotelan, pusat perbelanjaan dan lain-lain, serta meningkatkan kualitas lingkungan Danau Toba. Ke depannya Danau Toba akan dijadikan semacam “Monaco of Asia”.

Sebagai gambaran, Monako merupakan negara kecil di Eropa Barat yang kebetulan benderanya juga merah-putih seperti bendera Indonesia. Negara kecil seluas 202 ha ini berbatasan dengan Perancis dan Laut Tengah. Monako dengan iklim yang nyaman, pemandangan yang indah, dan fasilitas perjudian telah membuatnya terkenal di dunia sebagai tempat wisata, dan pusat rekreasi untuk orang kaya dan terkenal. Dalam beberapa tahun terakhir Monako juga telah menjadi pusat perbankan utama dunia.

Badan Otorita Danau Toba harus banyak belajar dari kegagalan pengelolaan kawasan Danau Toba sebelumnya. Selama ini banyak kepentingan dan tumpang tindih dalam pengelolaannya antara kabupaten. Beberapa kali kegiatan Pesta Danau Toba atau Festival Danau Toba dengan biaya besar, tidak berhasil mendatangkan banyak wisatawan secara signifikan. Pasar wisata Danau Toba yang tinggi, belum diimbangi dengan persiapan dan pengelolaan yang memadai.

Selain pengalaman menyenangkan selama berwisata di Danau Toba, tidak sedikit juga pengalaman tidak menyenangkan, seperti aksesilitas belum optimal apalagi pada musim liburan. Kalau sedang ramai dan padat, jangan harap kita dapat menikmati Danau Toba di Parapat. Sekedar mencari lahan tempat parkir pun susahnya setengah mati.

Pengalaman pahit beli mangga udang juga perlu manjadi perhatian. Pada saat beli dan pilih sendiri, mangganya bagus dan timbangannya pas, namun setelah dibuka di rumah ternyata mangganya jelek dan timbangannya kurang. Ternyata pengalaman tersebut banyak yang mengalami dan sudah menjadi rahasia umum.

Pusat wisata juga selayaknya jangan hanya pada titik-titik tertentu. Harus ada pemerataan pengembangan lokasi wisata di semua kabupaten. Beberapa daerah wisata di Danau Toba yang bisa dikembangkan secara optimal oleh Badan Otorita Danau Toba antara lain Parapat (Simalungun), Tomok, Tuktuk dan Simanindo (Samosir), Pantai Muara dan Bandara Silangit (Tapanuli Utara), Pantai Binanga Lom, Pantai Ajibata dan Bandara Sibisa (Toba Samosir), Paropo (Dairi), Tongging (Karo), serta Sipinsur (Humbang Hasundutan).

Yang tidak kalah penting adalah mengenai kelestarian hutan dan lingkungan di sekitar Danau Toba. Penelitian menunjukkan adanya penurunan muka air Danau Toba pada beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan kerusakan hutan dan lingkungan di hulu dan sepanjang daerah aliran sungai. Penebangan kayu illegal (illegal logging) dan pencemaran lingkungan-terutama air-menjadi masalah yang harus segera diselesaikan. Di Danau Toba sendiri banyak budidaya ikan air tawar yang sudah melebihi ambang batas. Jika tidak segera ditanggulangi, akan menyebabkan bencana ekologis, cepat atau lambat.

Tahun Baru Imlek sekarang yaitu Tahun Bodat Api (baca: Monyet Api) harus menjadi momentum yang tepat bagi “BODAT” untuk bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat sekitar Danau Toba melalui pengelolaan Danau Toba yang tepat. Pengembangan dan pengelolaan Danau Toba harus tetap mejunjung adat budaya Batak dan menjaga kelesetarian lingkungan, sehingga ada keutungan optimal secara ekonomi, ekologis dan sosial.

Mauliate.
Horas!


www.titomedan.blogspot.com