Translate
Saturday, April 30, 2016
PR YANG JATUH KE ANAK, TAK AKAN JAUH DARI YANG MENGERJAKANNYA
Pekerjaan rumah atau PR dari guru sekolah untuk anak-anak adalah hal yang selalu kami nantikan. Ada perasaan deg-degan dan berdebar-debar setiap anak mendapatkan PR yang harus dikerjakan di rumah. Rasanya seperti sedang jatuh cinta; ada senang, tertawa, senyum, rindu, sebel, dan kadang-kadang benci. Memang belum sampai kisaran ratusan purnama, perasaan itu meletup-letup dari lubuk hati yang paling dangkal ini.
Tugas berupa PR tentu dimaksudkan agar siswa dapat belajar mandiri atau belajar terstruktur di rumah. Bentuk PR dapat berupa soal latihan maupun pekerjaan membuat suatu karya atau juga hanya menyiapkan bahan-bahan untuk dibuat menjadi sebuah karya di sekolah.
Pada akhirnya PR dibuat agar capaian pembelajaran siswa dapat diraih dengan sempurna. Baik dalam aspek kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan) maupun afektif (tingkah laku). Capaian pembelajaran yang baik bukan hanya dapat ditunjukkan di dalam kelas namun juga dalam kehidupan sehari-hari.
PR anak sekolah zaman sekarang tentu berbeda dengan PR anak sekolah zaman dulu. Anak-anak kami kebetulan masih sudah duduk di kelas 2 dan kelas 4 sekolah dasar. Jadi kami bisa membandingkan dengan PR zaman kami waktu sekolah dasar dulu di era 1980-an. Rentang waktu yang cukup lama memang.
Zaman dulu, PR yang diberikan guru relatif sedikit dan sederhana. Sekarang, PR yang diberikan guru relatif banyak dan lebih beragam. Untuk beberapa hal, harus mencarinya bukan hanya di dunia nyata, tapi sampai dunia maya. Asal jangan harus mencari di luar dunia aja.
Untungnya-bukannya sombong-kami adalah orang tua cukup melek dengan teknologi. Sehingga tidak begitu bermasalah dengan PR anak-anak yang berkaitan dengan teknologi atau internet. Bayangkan, siswa yang orang tuanya gaptek (gagap teknologi), tentu akan menjadi kendala bagi dia.
Yang kami rasakan sebagai orang tua ketika mendapatkan PR dari dua anak kami adalah….. jreng… jreng… (backsound seperti sedang membacakan nominasi piala Oscar) adalah… senang. Namun kadang juga sebel.
Senang karena anak-anak dapat belajar secara aktif dan mandiri. Sebel karena kadang-kadang PR-nya mendadak dan kadang harus membuat sesuatu, yang menurut kami di luar batas kemampuan anak-anak. Entahlah menurut orang tua yang lain. Saya kira sama saja. Hehe…
Beberapa PR yang sudah dikerjakan antara lain mengerjakan soal latihan merupakan hal biasa. PR lainnya adalah membuat flash card, membuat denah dan maket rumah, sampai membuat berbagai kerajinan tangan (handycraft).
Dan yang baru-baru ini terakhir dikerjakan adalah mendesain dan membuat domba dari bahan-bahan sederhana. Jadi ceritanya anak kami, siswa kelas 4 akan mementaskan kisah Nabi Ibrahin saat menerima perintah Allah Swt untuk berkurban dengan cara menyembelih anaknya, yaitu Ismail. Lalu malaikat turun dan mengganti Ismail dengan seekor domba untuk disembelih.
Siswa harus menyiapkan bahan-bahan untuk pementasan tersebut. Ada yang membuat kostum, ada yang membuat sayap malaikat, ada yang membuat pedang, ada yang membuat domba dan lain-lain. Kebetulan anak kami bertugas membuat domba karena dia akan berperan jadi malaikat.
Akhirnya kami berfikir lunak sampai keras dan merencanakan membuat domba dengan bahan yang ada di rumah. Dengan modal kardus, kapas, lem, spidol, gunting dan tekad, akhirnya kami buat domba tersebut.
Pertama menggambar desain domba dia atas karton, mengguntingnya dan menempelkan gulungan kecil kapas di permukaan karton tersebut. Hasilnya? Bukannya sombong (lagi), tidak mengecewakan. Beberapa pujian dari teman-teman sekelas, orang tua murid dan guru cukup membuat kami terhibur dan hidung kembang kepis. Penampakan dombanya seperti terlihat pada foto di bagian atas pada tulisan ini.
Kami cukup terbantu karena istri saya sangat concern dengan pendidikan anak-anak. Kami juga sangat terbantu oleh ibu mertua yang tidak kalah gesit mencarikan bahan-bahan untuk PR cucu-cucunya. Kami bahu membahu membantu anak-anak agar PR dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Hasil akhir bukan tujuan utama, yang penting proses mengerjakan PR tersebut.
Kami kebetulan dua-duanya sebagai orang tua yang bekerja (maaf, bukan sombong juga). Berangkat pagi, pulang sore. Kepala di kaki dan kaki di kepala. Banting tulang, banting daging dan banting kulit. Demi sesuap sushi dan segenggam saham.
Dampaknya, untuk PR yang mendadak dan susah, akan menjadi beban bagi kami. Misalnya mencari bahan-bahan PR yang harus dibeli, sementara toko tempat membeli hanya buka sampai siang atau sore saja. Atau bahan PR yang hanya didapatkan pada jam atau musim tertentu saja.
Nah di sini kadang perlu koordinasi dan kerjasama dengan orang tua murid yang lain. Saling titip membelikan bahan PR menjadi hal yang lumrah. Semua dibuat heboh agar PR anak-anaknya selesai.
Ke depan, barangkali perlu direnungkan oleh pihak sekolah (atau instansi terkait)untuk membuat PR yang lebih ringan dan sesuai kemampuan siswa. Jangan sampai, capaian pembelajaran yang seharusnya diraih siswa, ternyata diraih orang tuanya. Karena orang tuanya yang mengerjakan PR-nya.
Perlu diperhatikan juga, bahwa anak-anak itu sekolahnya dari pagi sampai siang dan masih ditambah les dan mengaji di tempat lain. Sehingga kadang waktunya terbatas. Sampai rumah sudah cape dan tinggal istirahat. Besok harus bangun pagi untuk berangkat ke sekolah lagi.
Akhirnya, PR yang jatuh ke anak, tidak akan jauh dari yang mengerjakannya. Siapa lagi yang mengerjakan, kalau bukan anak, dengan bantuan orangtua. Atah bahkan semua dikerjakan oleh orangtuanya. Anak-anaknya? Tidak kalah heboh juga. Mereka bekerja keras mengerjakan PR, atau mendoakan orangtuanya yang sedang mengerjakan PR-nya.
Selamat menantikan PR.
Sambil jantung ini berdetak kencang.
Deg-deg byuuuurrr…
www.titomedan.blogspot.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment